TATA
PERGAULAN
Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah:Hadits
Dosen:
EMAWATI, M.Ag.
Disusun
Oleh:
SITI
NURJANAH
1501112023
INSTITUT
AGAMA ISLAMNEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 1437
H/2016 M
KATA
PENGANTAR
AssalamualakumWr.
Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Tata Pergaulan”.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadits” dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada “ Ibu
EMAWATI, M.Ag.” yang telah membimbing kami dan teman-teman satu kelompok yang
telah bekerja sama sehingga makalah ini dapat terselesaikan.Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Terimakasih
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Palangkaraya, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tata Pergaulan ...................................................................................... 3
B. Larangan Berduaan Tanpa Mahram ..................................................... 8
C. Sopan Santun Duduk di Pinggir Jalan .................................................. 8
D. Menyebarluaskan Salam ...................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bergaul dengan orang banyak di tengah-tengah
masyarakat mempunyai nilai keutamaan lebih dibanding dengan hidup menyendiri
menjauh dari mereka dengan syarat mengikuti mereka dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan maupun sosial seperti menghadiri shalat jum’ah, shalat berjamaah,
majlis-majlis ta’lim, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah (ta’ziyah),
membantu meringankan beban sebagian anggota masyarakat yang memerlukan,
memberikan bimbingan kepada yang tidak tahu/tidak mengerti atas suatu persoalan
keagamaan maupun sosial serta mampu mengendalikan diri dari mengikuti hal-hal
yang tidak baik dan tabah serta sabar atas segala gangguan yang mungkin timbul.
Begitulah yang dapat kita lihat dari riwayat
hidup Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabat beliau yang mulia bahkan semua
Nabi dan Rasul Allah senantiasa bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat .
Di dalam tulisan ini akan dijelaskan 3 pokok
bahasan tentang Tata Pergaulan, yaitu meliputi :
1. Larangan beduaan tanpa mahram
2. Sopan santun duduk di pinggir jalan
3. Menyebarluaskan salam
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
tata pergaulan yang baik menurut islam ?
2.
Jelaskan
hadist-hadist tentang larangan berduaan tanpa mahram ?
3.
Jelaskan
hadist-hadist tentang sopan santun duduk di pinggir jalan ?
4.
Jelaskan
hadist-hadist tentang menyebarluaskan salam ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
apa yang dimaksud dengan tata pergaulan yang baik menurut islam.
2.
Mengetahui
dan menjelaskan hadist-hadist yang menyatakan larangan berduaan tanpa mahram.
3.
Mengetahui
dan menjelaskan hadist-hadist yang menyatakan sopan santun duduk dipinggir
jalan.
4.
Mengetahui
dan menjelaskan hadist-hadist yang menyatakan menyebarkan salam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tata Pergaulan
1.
Etika Bergaul
Perhatian Islam terhadap pergaulan sangat besar sekali, karena adanya
urgensi yang besar dan dampak sensitif, sehingga Islam memerintahkan umatnya
agar bergaul dengan orang-oramg yang benar. Allah Subhanallahu wa Ta’ala
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (At-Taubah: 119).
Islam
juga menganjurkan agar bergaul dengan para ahli ibadah. Allah berfirman, “Dan
bersabarlah bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhan-Nya di pagi dan senja
hari dengan mengharap keridhaannya”. (Al-Kahfi:28).
Islam juga melarang agar tidak bergaul dengan orang-orang dzalim, karena
banyak sekali pergaulan yang hanya sesaat saja, tetapi bisa membuka aib teman
bergaul sampai hari Kiamat dan pada akhirnya diiringi sebuah penyesalan yang
tidak terhenti.
Islam menjadikan setiap pergaulan yang
ikatan dan hubugannya tidak dibangun di atas ketakwaan kepada Allah Subhanallah
wa ta’ala sebagai sesuatu pergaulan yang mengantarkan kepada permusuhan yang
nyata. Allah berfirman, “Teman-teman karib pada hari itu sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(Az-Zukhruf:67).[[1]]
Sebagian dari etika dan kewajiban dalam etika bergaul tersebut
seperti berikut ini:
a.
Menyeleksi
dan memilih teman sebelum bergaul, teman tersebut harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1)
Berakal
sehat
2)
Berpegang
teguh dengan agama yang benar
3)
Berakhlak
dengan akhlak terpuji.
b.
Tidak
bergaul dengan orang-orang bodoh dan fasik, orang-orang yang hina, dan goblok,
karena itu teman itu bisa mempengaruhi (teman gaulnya), dan barangsiapa duduk
bersamanya mesti akan terpengaruh
c.
Ikhlas
karena Allah dalam bergaul, tanpa melihat tujuan duniawi atau kepentingan yang
lain.
d.
Berkenalan
sebelum bergaul, tanya tentang namanya, pekerjaannya, tempat tinggalnya, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan dasar-dasar perkenalan.
e.
Menganggap
teman gaulnya seperti dirinya sendiri dalam menyampaikan kebaikan terhadapnya,
berusaha memberikan manfaat kepadanya dan memberikan sesuatu yang berharga
karenanya.
f.
Memperbanyak
silaturahim, saling memberi nasihat, saling memberi hadiah, saling berkunjung
jarena Allah. Dan memberikan bantuan, dengan tenaga dan harta, untuk
menghilangkan kesusahan dan melapangkan kesempitan, sekalipun hal itu
mengalahkan kepentingan pribadinya.
g.
Tidak
berlebih-lebihan dalam mencintai temannya dan dalam memujinya, adil dan
tengah-tengah dalam bergaul dan berhubungan, selalu berpegang teguh pada
nilai-nlai agama yang berlaku.
h.
Memulai
dengan salam dan jabat tangan setiap kali bertemu (dalam suasana yang baru),
disertai dengan wajah berseri-seri dan pembicaraan yang lembut.
i.
Tidak
mengolok-olok, tidak mengunjing, tidak dengki, tidak benci, tidak beprasangka
buruk, tidak mencari-cari alasan untuk setiap hal yang tidak berjalan dengan
sesuai harapan.
j.
Tidak
membeberkan rahasia yang telah diamanatkan temannya kepadanya sekalipun dengan
sebab apa pun.[[2]]
2.
Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis
Adapun
pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya maka itulah yang meimbulkan
berbagai problrm yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu.
Pergaulan pria dan wanita itulah yang melahirkan berbagai interaksi yang timbul
karenanya.
Islam
sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan
antara lawan jenis. System interaksi (pergaulan) dalam islamlah yang menjadikan
aspek ruhani sebagai landasan dan hukum-hukum syari’at tolok ukur yang
didalamnya terdapat hukum-hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang
luhur. System islam memandang manusia baik pria maupun wanita sebagai seorang
yang memiliki naluri, perasaan, dan akal.
Dengan
hukum-hukum inilah islam dapat menjaga interaksi antara pria dan wanita sehingga
tidak menjadi interaki yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan
yang bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama
semata dalam menggapai berbagai kemaslahatan dan dalam melakukan berbagai
aktifitas. Dengan hukum-hukum inilah islam mampu memecahkan hubungan yang
muncul dari adanya sejumlah kepentingan individual, baik pria maupun wanita
ketika mereka bertemu dan berinteraksi.[[3]]
3.
Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist
a. Haram Duduk
Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.
Uqbah Ibn Amir ra. Menerangkan:
أَنَّ رَسُولُ اللهِ عليه وسلّم قَالَ:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ:
يارسُولَ اللهِ ! أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قال: الْحَمْوُالْمَوْتُ.
Artinya :“Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda:
janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar
berkata: Ya Rasulullah
terangkan padaku bagaimana hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW
menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan).”(al bukhari 67:111: muslim
39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;69-70)
Nabi
tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi
pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah
bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.
Ahli
hadis tidak ada yang mengetahui nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul
tentang hukum kerabat-kerabat si suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk
ke tempat istri si suami itu. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud
dengan Hamwu disini, ialah kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak
saudaranya dan kerabat-kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di
ceraikan atau meninggal.
Yang
tidak masuk ke dalam kerabat disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka
di anggap mahram.[[4]]
Nabi
menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan
menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat
yang membawa pada kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau
menyebabkan si suami menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya,
takut kepada mudah timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah
daripada yang dilakukan oleh yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa
masuk kedalam bilik-bilik si perempuan dengan tidak menimbulkan prasangka tang
tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari masuk ke dalam bilik orang lain.
Dikarenakan
jika kita berada dalam satu tempat dengan seorang perempuan yang bukan mahram.
Dikhawatirkan kita akan terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang
bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah. Ia akan terpaksa untuk
mengikuti langkah itu dengan langkah berikutnya.
Dalam Al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwyatkan
berkata: “waspadalah hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab
tidak ada musuh yang lebih berbahaya bagi manusia selain kaetundukan pada hawa
nafsu dan perkataan lidahnya.”[[5]]
b. Haram melihat
perempuan yang Bukan Mahram
عَنْ
ابى هريرة رضيى اللهُ عنه النبيّ ص م قال،كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبَهُ
مِنَ الزِّنَا مُدْرِكُ لَامَحَالَةّ، الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظْر، ولأدنان
زنا هما الاستماع واللسان زناه الكلام ، واليد زنا ها البطشى ، والرجل زنا ها
الخطى واقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج اويكذبه. (متفق عليه وهذا لفظ مسلم
ورواايه البخارمحصرة)
Dari
Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak
adam (manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata
adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah
berbicara. Zina tangan adalah memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina
hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidk
dibuktikan oleh kemaluan.(HR. Bukhari Muslim([6]
Dalam
Hadits tersebut mengandung arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota
tubuh , tetapi semuanya tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan
lewat anggota tubuh lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya
hasrat dari pandangan mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap
hal-hal yang memancing nafsu birahi , kemudian lisannya bicara yang tidak baik
misalnya menggunjing orang lain, berdusta dan berbicara yang tidak menjurus
perbuatan yang menimbulkan hasrat dengan lawan jenis.
c.
Hadits tentang memandang wanita
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُإِلَى
إمْرَأةٍ أَوَّلَ نَظْرَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إلاَّ أحْدَثَ الله لَهَ
عِبَادَةً يَجِدُ حَلاَوَتَهَا
Artinya :“Tidaklah seorang muslim yang memandang
seorang wanita dalam pandangan pertamanya. Kemudian ia palingkan pandangannya
kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan dirasakan kemanisannya.”
“Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah
iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah
akan menganugrahkan kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.” [[7]]
B.
Larangan
Berduaan Tanpa Mahram
وَعَنْهُ اِلاَّوَمَعَهَاذُوْمَحْرَمٍ وَلاَ رَضِى اللهُ
َعْنهُ قَالَ : سَمِعْتُ رسول اللهِ صلى الله عليه و سلم َيخْطُبُ يَقُوْلُ :
لاَيَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ ِالاَّمَعَ ِذيْ
مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ. فقال:يارسول الله، ِإنَّ ِإمْرَأَتِى خَرَجَتْ حَا
جَّةً وَ ِإنِّى ِاكْتَتَبْتُ فِى غَزْوَةٍ كَذَاوَكَذَا، فَقَالَ :
اِنْطَلِقْ فَحَجِّ مَعَ إِ مْرَأَتِكَ. (متفق عليه)
Terjemahan Hadis :
"Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW
berkotbah, "Janganlah seorang laki-laki bersama
dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan
janganlah bersafar (bepergian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya.
"Seorang berdiri dan berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk
haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka
beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." (Mutatafaq’alaih)
[[8]]
Penjelasan :
Hadits tersebut
menunjukkan haram bersepi-sepian (berduan) laki-laki dan perem-puan yang bukan
mahramnya. Dan ini sudah disepakati ulama. Telah dijelaskan dalam suatu hadits
lain alasan larangan ini, ialah karena yang menjadi pihak ketiga adalah syetan
yang akan menggoda mereka.
C.
Sopan Santun
Duduk Di Pinggir Jalan
Pasar dan jalan
adalah tempat umum, tempat bertemunya banyak orang untuk memenuhi kebutuhan
mereka, bermu’umalah dan berinteraksi antarsesama. Sebagai seorang muslim ketka
berada dijalan, hendaklah beretika dan sopan santun yang baik. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَعِبَادُ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا
Artinya:
“Dan
hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al-Furqan:63)
Tentang etika
berjalan telah dicontohkan Rasulullah, sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu
Halah tentang perjalanan Rasulullah ke pasar sebagai berikut, “Ketika berjalan
Rasulullah melangkah dengan mantap, sedang dalam gerakan tidak terlalu cepat,
sederhana, lebih banyak menundukkan dan mengucapkan salam kepada siapa yang
ditemuinya.” (HR. Tirmidzi).[9]
Hadist :
عَنْ
أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ
فَقَالُوْا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ
: فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا
قَالُوْا : وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ : غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى
وَرَدُّ السَّلاَم ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ
الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
Terjemahan Hadits :
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua
harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain,
di jalan – mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat
duduk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan
larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak
jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda,
"Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam,
memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran. (H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud) [[10]]
Penjelasan Hadits :
Rasulullah SAW melarang
duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi,
di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti
larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir
jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen
bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya
dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini.
1.
Menjaga Pandangan Mata
Menjaga pandangan
merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan
perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an :
Artinya : "Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin
dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan. Ini karena akan
banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai uisa dan berbagai tipe. Maka bagi
para lelaki jangalah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang bukan
muhrim dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang dengan
pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak
hanya akan melanggar aturan Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan,
persengketaan dan memarahan dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka
yang mudah tersinggung. Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir
harus betul-betul menjaga pandangannya.
2.
Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki,
dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya,
dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kesil atau benda apa saja yang
akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air, dan
lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung perasaannya.
3.
Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya
adalah wajib meskipun mengucapkan- nya sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang
mengucapkan salam ketika duduk dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk
lebih jelas tentang salam ini, akan dibahas di bawah.
4.
Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.
Apabila sedang duduk di
jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk
atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau
memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang
memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kesombongannya.
Dari penjelasan hadits
tersebut memang di benarkan bahwa tidak bolek duduk-duduk di pinggir jalan,
sebab dapat menggagu orang yang lewat. Dan larang tersebut dimaksutkan tidak
boleh membuat tempat duduk di pinggir jalan. Serta dibolekan duduk-duduk
asalkan sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh Rasulullah.[[11]]
Di antara etika yang diajarkan Islam ketika
berjalan atau berpergian mesti diterapkan dalam kehidupan oleh setiap muslim
sebagai berikut:[[12]]
1.
Menjaga
pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
2.
Tidak
duduk (nongkrong) di pinggir jalan.
3.
Memberi
salam kepada orang lain dan menjawab orang yang mengucapkan salam kepadanya
dengan jawaban lebih baik.
4.
Menjaga
kebersih jalanan dan tidak membuang sampah di sembarang tempat, termasuk tempat
orang lewat atau berkumpul.
5.
Menyingkirkan
barang (gangguan) di jalan yang membahayakan bagi yang lewat seperti paku,
kaca, batu dan sebagainya.
6.
Membantu
orang yang membutuhkan pertolongan, memberi petunjuk bagi orang yang tersesat
dan orang buta.
7.
Menjauhkn
diri dari keramaian jalan-jalan dan pasar-pasar terutama yang marak kejahatan,
kemungkaran, dan kemaksiatan.
8.
Berhati-hati
ketika menyebrang dan berjalan agar tidak menabrak sesuatu, atau terperosok ke
lubang serta tidak menoleh ke kanan dan kekiri ketika berjalan kecuali karena
ada kepentingan.
9.
Tidak
menyebrang kecuaki setelah yakin sepi dari mobil dan kendaraan.
10.
Berjalan
dengan sederhana, tidak terlalu cepat atau lambat, tidak boleh congkak dan
bangga serta sombong terhadap diri sendiri.
11.
Mengambil
dan menyingkirkan makanan dari tengah jalan dan menjauhkan kertas-kertas yang
bertuliskan nama-nama Allah dan ayat-ayat Al-Qur’an dari tempat lewat manusia.
12.
Tidak
makan dijalanan, karena hal itu akan mengurangi kesopanan dan harga diri.Tidak
bermain di jalanan, karean hal itu akan mengurangi kesopanan dan harga diri.
Dan menggunakan waktu yang tersita di jalanan untuk berdzikir, atau shalawat
dalam hati.
13.
Menolong
orang yang sedang teraniaya, dan memabantu orang yang lemah serta memberi orang
yang minta-minta.
14.
Tidak
boleh membuntuti orang sampai ke rumahnya atau pekerjaaanya.
D.
Menyebarkan
Salam
Secara harfiah salam berasal dari kata salima-
Yasiamu-Salaamatan, yang berarti selamat. Lafad ini dipakai
dalam beberapa ayat Al-Quran, misalnya pada QS. Al-An’am:54, yang artinya ; “ Apabila
orang – orang yang beriman kepada ayat – ayat Kami itu dating kepadamu, maka katakanlah;
“ Salaamun’Alaikum ( Mudah – mudahan Allah melimpahkan keselamatan atas kamu),
Tuhan-mu telah menetapkan atas dir-Nya kasih saying.”Kata salam yang
merupakan isim mashdar dari kata salima memiliki makna yang cukup banyak,
diantaranya keselamatan, kedamaian, ketenteraman, penghormatan, ketundukan dan
ketaatan. Inilah makna – makna harfiah yang ada dalam salam.[[13]]
Dari
kata salima muncul kata aslama yang artinya menyelamatkan,
mendamaikan, menenudukkan, dan seterusnya.[[14]]
Dari kata aslama inilah muncul kata islam yang kemudian menjadi nama dari agama
kita .
Al-jarjani mendifinisikan salam sebagai
selamatnya seseorang dari bencana baik di dunia maupun di akhirat (tajarrud
al-nafsi’an al-mihnati al-darain).[[15]] Dari
definisi ini dijelaskan bahwa salam merupakan tujuan utama dari Islam, yakni
selamatnya seorang Muslim di dunia dan di akhirat. Salam juga merupakan doa
yang berisi permohonan kepada Allah Swt. Agar orang yang diberi salam
memperoleh keselamatan di dunia maupun di akhirat.
Salah satu hal yang penting dalam kehidupan
masyarakat muslim adalah menyebarkan salam. Karena dengannya akan tumbuh rasa
saling cinta di antara mereka, biarpun tidak saling mengenal.[[16]]
Karena begitu pentingnya isi dari salam , maka
Allah memerintahkan kepada orang – orang yang beriman agar selalu mengucapkan
atau menyebarkan salam kepada orang lain yang seiman, yang dijelaskan dalam :
1.
Al Quran
Allah SWT berfirman : “ Hai orang – orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah bukan rumhamu sebelum meminta izin dan
member salam kepada penguninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu
(selalu) ingat” (An Nuur [24]: 27).[[17]]
2.
Hadist
Rasulullah
Saw bersabda:"Demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya! Kalian tidak akan
masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian
saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya tunjukkan suatu perkara yang apabila
kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan
salam di antara kalian!" (HR. Muslim).
Rasulullah
SAW bersabda:"Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makanan,sambunglah
tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia lain tengah tertidur; niscaya
kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera" (At Tirmidzi).
3.
Sunnah Para
Nabi dan Rasul
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW
bersabda:"Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah
memerintahkan:"Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada
mereka yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan
menjadi ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!" Maka pergilah Nabi
Adam dan mengucapkan:"Asalaamu ‘alaikum!" Para Malaikat menjawab:"Assalaamu
‘alaika warahmatullaah!" Mereka menambah warahmatullaah" (HR. Bukhary
dan Muslim).
4.
Keutamaan Salam
a.
Mengucapkan salam merupakan salah satu perintah
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam,
sebagaimana dalam hadits Barra’ bin Azib, ia berkata:“Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam \memerintahkan kami untuk melakukan tujuh perkara, yaitu;
menjenguk orang yang sakit, mengikuti jenazah, mendo’akan orang bersin yang
mengucapkan alhamdulillah, membantu orang yang lemah, menolong orang yang
dizhalimi, mengucapkan salam dan memenuhi sumpah.” (Muttafaq alaih).
b.
Menimbulkan kasih sayang antar sesama,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Tidak akan masuk surga sampai kamu beriman, dan tidak beriman
sehingga kamu saling mencintai. Dan maukah aku tunjukkan suatu perbuatan yang
bisa membuatmu saling mencintai; yaitu tebarkan salam antar sesamamu.” (HR. al
Bukhari - Muslim).
c.
Merupakan amalan yang terbaik dalam Islam. Dari
Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam: “Apakah amalan yang paling baik dalam Islam?”
Beliau menjawab: “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang telah
kamu kenal maupun yang belum kamu kenal”. (HR. al Bukhari - Muslim).
d.
Mendapatkan berkah dan kebaikan dari Allah,
sebagaimana firman-Nya: “Maka ketika kamu masuk rumah, ucapkan salam untuk
dirimu sebagai penghormatan dari Allah yang berisi berkat dan kebaikan.” [[18]]
f.
Abu Yusuf Abdullah bin Salam Radhiallaahu anhu berkata; saya pernah
mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
”Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, lakukan silaturrahim,
dan shalatlah ketika orang lain tidur malam, maka engkau akan masuk ke surga
dengan selamat.” (HR. At Tirmidzi, dia berkata: “hasan shahih”).Pada kesempatan
lain, Rasulullah SAW bersabda :
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا،
وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا
فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Artinya :“Kalian tidak akan masuk
surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian
bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan terhadap satu amalan yang
bila kalian mengerjakannya kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah
salam di antara kalian.” (HR. Muslim)[[20]]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan
pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan
hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak mendapatkannya
masing-masing menurut kadarnya.
2.
Haram bersepi-sepian (berduan) laki-laki dan
perem-puan yang bukan mahramnya. Karena yang menjadi pihak ketiga adalah syetan
yang akan menggoda mereka.
3.
Anjuran sopan santun ketika duduk di jalan,
yaitu :
a.
Menjaga pandangan mata.
b.
Tidak menyakiti.
c.
Menjawab Salam.
d.
Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang
kepada kemungkaran
4.
Salam juga merupakan doa yang berisi permohonan
kepada Allah Swt. Agar orang yang diberi salam memperoleh keselamatan di dunia
maupun di akhirat.
B.
SARAN
Semoga dengan makalah ini kita dapat memahami dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari tentang tata pergaulan yang baik, berlaku sopan ketika
dipinggir jalan, dan menyebarkan salam kepada sesama muslim. Penulis mengucapkan mohon maaf kepada semua pihak khususnya para
dosen dan umumnya untuk semua mahasiswa mengenai kritik dan saran.Karena
penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shidqi, Teuku Muhammad Hasby, Mutiara Hadits 6,
Semarang ;PT Pustaka Rizqi Putra, 2003.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Lu’lu’ Wal Marjan,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006.
Fatimah, Muhammad Khair Etika Muslim Sehari-hari,
PUSTAKA AL-KAUTSAR, Jakarta
Khomeni, Imam, 40 Hadist Telaah atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004.
Moh. Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, Semarang;
Wicaksana, 1993.
Nashirudin Al-alnai, Muhammad, Silsilatul Alhaadits
adh-Dhaifah wal maudhu’ah, Jakarta: Gema Insani Press, 199M.
Nawawy, Imam, Riadhus Sholihin Imam Nawawy,Jakarta: Pustaka Armani, 1999.
http://www.angelfire.com/md/alihsas/pengaturan.html (Diakses pada : Selasa 15 Maret 2016,
pukul 19.00 wib)
https://remajaislam.com/67_adab_bergaul_dengan_lawan_jenis.html (Diakses pada : Kamis 17 Maret 2016,
pukul 19.00 wib)
HR at-Tirmidzi (2694), Kitab
Permohonan Izin dan Adab dari Rasulullah, Pasal Dalil tentang Keutamaan Orang
yang Memulai Memberi Salam.
HR Abu Dawud (5197), Kitab
Adab, Pasal Tentang Keutamaan Orang yang Memulai Memberi Salam. Dishahihkan
al-Albani dalam ash-Shahihah (VII: 3382), Takhrij al-Misykah (III: 4646),
Shahih at-Targhib (III: 2703), dan Shahih al-Jami (I: 2011).
http://suarakomunitas.net/baca/5123/keutamaan_menyebarkan_salam.html (Diakses pada : Kamis 17 Maret 2016, pukul
20.00 wib)
No comments:
Post a Comment