MAKALAH
TUHAN
DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen: Dr. H. Sardimi, M.Ag.
Disusun Oleh:
Siti Nurjanah
1501112023
Irma Yanti
1501112028
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 1437 H/2016 M
KATA PENGANTAR
AssalamualakumWr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“ Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah “ Filsafat Pendidikan
Islam” dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada “Dr. H. Sardimi, M.Ag..” yang
telah membimbing kami dan teman-teman satu kelompok yang telah bekerja sama sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini. Dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terimakasih
Wassalamu’alaikumWr.
Wb.
Palangkaraya, 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tuhan .................................................................................
B. Pengertian Tuhan Menurut Para Filosof ..............................................
C. Implikasi Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam .............
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................. 16
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir seluruh umat manusia diseluruh dunia
memiliki kepercayaan tentang Tuhan yang mengatur alam semesta ini. Orang-orang
Hindhu zaman dahulu percaya dewa-dewa, serta memiliki banyak dewa-dewa yang
mereka percaya dan yakini sebagai Tuhan mereka. Dan pengaruh ini terus menyebar
ke masyarakat Arab, yang meskipun mereka ditanaya tentang penguasa dan pencipta
langit dan bumi mereka menjawab “Allah” tetapi pada saat yang sama mereka juga
menyembah berhala seperti Lata, Uzza, dan Manata.
Artinya mereka semua hanya mempercayai akan
tetapi dalam aplikatifnya mereka belum melakukannya. Bahkan jika kita ihat
mereka seperti tidak percaya dengan adanya Tuhan. Dan bahkan tak jarang
sebagian dari meraka juga masih
menganggap Tuhan itu adalah segala sesuatu yang memiliki kekuatan,
kekuasaan, yang berbeda dengan makhluk hidup. Atau sesuatu yang gaib yang
dipercaya memiliki kekuatan yang lebih besar dari makhluk. Akan tetapi mereka sndiri ketika ditanya
siapakah Tuhan itu, seperti apakah wujudnya? Meraka juga masih bingung, oleh
karena itu penulisan makalah ini berusaha menjawab dan mencari tahu siapa kah
Tuhan itu menurut pespektif filsafat pendidikan islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tuhan?
2. Bagaimana Pengertian Tuhan Menurut Pandangan Filosof?
3. Bagaimana Tuhan Menurut Perspektif Filsafat Pendidikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Tentang
Tuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tuhan
Perkataan
ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk
menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38,
perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
وَقَالَ
فِرعَونُ يَٰأَيُّهَا ٱلمَلَأُ مَا عَلِمتُ لَكُم مِّن إِلَٰهٍ غَيرِي فَأَوقِد لِي
يَٰهَٰمَٰنُ عَلَى
ٱلطِّينِ فَٱجعَل لِّي صَرحا لَّعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَىٰ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي
لَأَظُنُّهُۥ
مِنَ ٱلكَٰذِبِينَ
“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”[1]
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa
perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu
atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi
dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama': aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk
dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.[2]
Tuhan atau Allah dalam pemikiran pendidikan
islam lebih tepat sebagai al-Rabb yang berarti pencipta, pemelihara, dan
pengembang alam semesta dengan kasih sayang-Nya, yang dapat dirasakan melalui
proses transferring (pemindahan) pengetahuan dalam pendidikan islam.[3]
1. Tuhan dalam Islam
Al-Quran sebagai sumber pertama dan
utama ajaran islam yang menjelaskan bahwa kehadiran Tuhan ada di dalam diri
manusia/insan. Ini merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadian
manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Ar-Rum: 30 yang berbunyi:[4]
فَأَقِم
وَجهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفا فِطرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيهَا لَا تَبدِيلَ
لِخَلقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ
ٱلدِّينُ ٱلقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعلَمُونَ
Artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.”
Serta
dalam surat Al-A’raf ayat 172 yang berbunyi:[5]
وَإِذ
أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِم ذُرِّيَّتَهُم وَأَشهَدَهُم عَلَىٰ
أَنفُسِهِم أَلَستُ بِرَبِّكُمۡۖ
قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدنَآۚ
أَن تَقُولُواْ يَومَ ٱلقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا
عَن هَٰذَا غَٰفِلِينَ
١٧٢
Artinya:Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."
Apakah Tuhan itu? Menurut Fazlur Rahman dalam
Major Themes of the Qur’an menjelaskan bahwa Tuhan dalam Islam adalah Allah.
Disebutkan dalam Al-Quran lebih dari 2.500 kali, di luar penyebutan tentang
substansi-Nya seperti al-rabb atau al-rahman.[6]
Al-Jurjani
dalam kitab al-Ta’rifat mendefinisikan kata Allah sebagai nama yang menunjuk
kepada Tuhan yang sebenarnya (al-Ilah al-haqq), yang merupakan kumpulan makna
bagi seluruh nama-nama-Nya yang baik (al-asma al-husna). Toshihiko Izutsu
secara semantic menjelaskan bahwa Allah merupakan kata focus tertinggi dalam
sistem Al-Qur’an. Pandangan teosentrik Al-Qur’an ini telah membuat konsep
tentang Allah menjadi menguasai keseluruhan kandungan Al-Qur’an. Hingga pada
masa nabi Muhammad berdakwah, orang-orang Arab Pagen telah memiliki kepercayaan
yang kabur terhadap Allah sebagai Tuhan tertinggi. Saat ini kata “Allah”
merupakan makna dasar ketuhanan. Yang kemudian dibawa masuk oleh sistem islam
sehingga Al-Quran menggunakannya sebagai nama Tuhan dalam wahyu Islam. Tuhan
dalam konteks ini dipahami sebagai dimensi yang memungkinkan adanya
dimensi-dimensi lain. Dia memberikan arti dan kehidupan kepada sesuatu. Dia
adalah tak terhingga, dan hanya Dialah yang tak terhingga. Menurut Yusuf Musa
dalam Al-Quran wa al-Falsafah, keyakinann kaum muslim kepada Allah sebagai
Tuhan YME, maha mengetahui, maha bijaksana, dan maha lainnya, merupakan akidah
islamiyah tentang ketuhanan. Yang menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta yang
tidak memiliki awal dan akhir. Allah adalah mahakuasa dan maha mengetahui
segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi. Alam ini adalah ciptaan-Nya, yang
diciptakan dari yang tidak ada. Lalu Musa menjelaskan bahwa akidah Islamiyah
ini apabiladilihat dari sudut filsafat akan menemukan adanya dua wujud
abadi dan wujud zamani. Wujud abadi
adalah wujud Yang Maha Sempurna secara mutlak. Adapun wujud zamani adalah alam
yang ada sementara.keyakinan bahwa zaman itu tidak abadi, karena zaman ini
diadakan oleh wujud yang abadi, artinya zaman memilikipermulaan dan
pengakhiran.[7]
2.
Eksistensi
Allah
Tuhan secara terminology memiliki banyak
bentuk sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menyebut God, Allah, Yang Maha
Kuasa, ingkang murbahing dumadi, dan lainnya. Dalam Islam istilah Tuhan dikenal
dengan nama Allah, yang berasal dari bahasa Arab. Siapakah Allah itu? Bagaimana
wujudnya? Bahkan dalam dalil naqli pun tidak ditemukan adanya kejelasan tentang
wujud Allah yang nyata sebenarnya seprti apa.
Tuhan
tidak mungkin dan tidak akan pernah menjadi kajian ilmu, karena kajian ilmu
sangat terbatas, terukur dan selalu berubah dan diuji secara berulang-ulang
oada laboratorium manusia, secara keilmuan. Keinginan untuk membuktikan Tuhan
melalui pendekatan ilmu akan selalu mengalami kegagalan karena sudah sejak awal
tidak ditemukan metodologi yang baku, karena Tuhan tidak dapat dibawa, diukur,
ditimbang, difoto dan diujicobakan dalam laboratorium. Jadi, bukan berarti
Tuhan tidak ada karena ketidaktahuan, Tuhan barangkali dilakukan karena
kesalahan metodologi/pendekatannya.[8]
Fazlur
Rahman mengatakan Al-Quran telah menyatakan bahwa keyakinan kepada yang lebih
tinggi daripada alam adalah “keyakinan dan kesadaran terhadap yang gaib”. Eksistensi
Tuhan bagi mereka yang suka merenungi hal ini tidak lagi diyakini sebagai
sesuatu yang “irrasional” dan “tidak masuk akal” tetapi berubah menjadi “
Kebenaran Tertinggi”. Dan yang menjadi masalah adalah bukanlah bagaimana
caranya membuat manusia beriman dengan mengemukakan bukti-bukti “teologis”
mengenai eksistensi Tuhan, tetapi bagaimana membuat manusia beriman dengan
mengalihkan perhatiannya kepadaberbagai fakta yang jelas, dan mengubah
fakta-fakta itu menjadi hal-hal yang mengingatkan manusia untuk memahami
eksistensi Tuhan. Ada 3 hal yang perlu diingat manusia untuk memahami
eksistensi Tuhan, yaitu:
a. Segala sesuatu selain Allah, termasuk alam semesta senantiasa
bergantung pada Tuhan.
b. Tuhan Yang Maha Besar dan Perkasa pada dasarnya adalah Yang Maha
Pengasih
c. Hal-Hal yang sudah pasti mensyaratkan adanya hubungan yang tepat
antara Tuhan dan manusia, yaitu hubungan antara yang diper-Tuan dengan
hamba-Nya, yang konsekuensinya melahirkan hubungan manusia dengan manusia.[9]
Kalau eksistensi
Tuhan dapat dipahami sebagai sesuatu yang bukan irrasional, bagaimana caranya?
Rahman menulis dengan jelas:
“ … begitu engkau mengurangi dari
mana kemana alam semesta ini maka engkau pasti akan menemukan Tuhan. Pernyataan
ini bukan merupakan bukti terhadap eksistensi Tuhan, karena menurut Al-Quran :
Jika engkau tidak menemukan Tuhan, maka engkau tidak akan membuktikan
eksistensinya…’ Menemukan’ bukan sebuah perkataan yang hampa. Perkataan ini
meminta sebuah re-evaluasi total terhadap urutan realitas yang prima …
Konsekuensi dari penemuan adalah bahwa Tuhan tidak dapat dipandang sebagai
sebuah eksistensi diantara eksistensi-eksistensi lainnya… Tuhan ada bersama
setiap sesuatu. Dialah yang menyebabkan integritas dari setiap sesuatu itu
melalui dan didalam hubungannya dengan
yang lain, berhubungan pula denganTuhan. Jadi Tuhan adalah makna dari realitas,
sebuah makna yang dijelaskan serta dibawakan oleh alam, dan selanjutnya oleh
manusia. Setiap sesuatu dialam semesta ini adalah petanda eksistensi Tuhan… dan
aktivitas-Nya yang mempunyai maksud dan tujuan akan dilanjutkan oleh manusia.[10]
Intinya bahwa
untuk dapat mengenal dan mengetahui eksistensi Tuhan maka lihat dan pelajarilah
tanda-tanda kekuasaan dan keagungan_Nya.
Al-Quran juga menunjukkan cara untuk
mengenal Tuhan melalui alam semesta yang ada. Pernyataan inisesuai dengan hadis
Qudsi yang berbunyi “ Aku adalah sesuatu yang tersembunyi.Aku berkehendak untuk
dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenalKu. Begitupun juga menurut
Ibnu ‘Arabi dalam studi filasafat islam.
3. Hakikat Tuhan
Pemikiran tentang Tuhan ini telah
secara sadar dimiliki oleh setiap orang. Seperti ditegaskan oleh Karen
Amstrong, bahwa sejak mula pertama umat manusia sudah bisa menyadari adanya
satu kekuatan yang maha kuat, yang diyakini sebagai kekuatan yang telah
menciptakan dan menguasai kehidupan manusia. [11]
a. Argument Ontologis
Argument ontologis ( ontos= sesuatu yang
berwujud, ontology = teori/ilmu tentang wujud
tentang hakikat yang ada. Argumen dipelopori oleh filosof Yunani Plato (428-348
SM) yang dikenal dengan teori ide.[12] Dia
menganggap bahwa semua yang ada dialam nyata muncul karena ada dalam ide. Ide
adalah definisi atau konsep universal dari setiap sesuatu, dan ide ini yang
merupakan hakekat sesuatu.
Keberadaan Tuhan berada dalam
persepsi sesuai dengan yang dipersepsikan. Dalam setiap agama diajarkan tentang
Tuhan sebagai suatu prinsip dasar ajaran agama. Apakah masing-masing agama
mempunyai Tuhan sendiri-sendiri. Jadi jika masing-masing agama punya Tuhan sebagaimana
banyaknya agama-agam terjadi benturan antara Tuhan yang dipersepsikan terjadi
adu argument antar Tuhan yang paling benar. Al-Quran memberi isyarat bahwa jika
di dunia banyak Tuhan pasti akan terjadi kerusakan di bumi dan dilangit yang
diakibatkan peperangan antar pemuja–pemuja Tuhan yang dipersepsikan penganut
agama. Yang dijelaskan dalam surat Al-Anbiya: 19-22;[13]
وَلَهُۥ
مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرضِۚ
وَمَن عِندَهُۥ
لَا يَستَكبِرُونَ عَن عِبَادَتِهِۦ
وَلَا يَستَحسِرُونَ
١٩ يُسَبِّحُونَ ٱلَّيلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفتُرُونَ
٢٠ أَمِ
ٱتَّخَذُواْ ءَالِهَة مِّنَ ٱلأَرضِ هُم يُنشِرُونَ
٢١ لَو كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلَّا ٱللَّهُ
لَفَسَدَتَاۚ فَسُبحَٰنَ
ٱللَّهِ رَبِّ ٱلعَرشِ عَمَّا يَصِفُونَ
٢٢
Artinya:
19. Dan
kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang
di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada
(pula) merasa letih.
20.
Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.
21.Apakah
mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang
mati)
22.
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya
itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ´Arsy daripada apa
yang mereka sifatkan.
b.
Argument Kosmologis
Argument ini disebut juga argument sebab
akibat yang muncul dari faham bahwa alam adalah bersifat mungkin dan bersifat
wajib dalam wujudnya. Karena alam ini alam yang dijadikan maka ada zat yang
menjadikannya.
Argument ini dikemukakan pertama kali oleh
Aristoteles (384-322 SM) murid Plato. Bagi Plato tiap yang ada di alam
mempunyai ide, bagi Aristoteles tiap benda yang dapat ditangkap pancaindra
mempunyai materi dan bentuk.bentuk. bentuk terdapat dalambenda-benda sendiri,
dan bentuklah yang membuat materi mempunyai bangunan atau rupa. Bentuk bukan
merupakan bayangan tetapi adalah hakikat dari sesuatu. Bentuk tidak dapat
berdiri sendiri tanpa materi. Materi tanpa bentuk tidak ada.[14]
c.
Argumen Teologi
Argument ini berarti alam yang diatur menurut
suatu tujuan tertentu. Alam ini keseluruhannya berevolusi dan beredar kepada
suatu tujuan tertentu. Tujuannya untuk kebaikan universal dibawah pimpinan
manusia yang bermoral tinggi, maka mestilah ada suatu zat yang menentukan
tujuan dan membuat alam ini beredar dan berevolusi kea rah tujuan tertentu. Zat
inilah yang disebut Tuhan. Menurut argument teologis alam ini mempunyai tujuan
dan evolusinya. Alam sendiri tidak dapat menentukan tujuan tersebut. Yang
menentukan haruslah suatu zat yang lebih tinggi dari alam itu sendiri, yaitu
Tuhan.[15]
4. Bukti adanya Tuhan
Menurut ImamAbu Hanafiah
membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya bermacam-macam ragam kehendak
manusia, tetapi kadang-kadang kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan. Hal ini membuktikan adanya kekuasaan yang Maha Tinggi, yang
menguasai diri kita.
Imam Malik membuktikan kekuasaan
Allah dengan adanya manusia yang beragam-ragam bentuk, rupa, kulit, suara,
kemauan dan lain-lain. Namun tidak ada yang serupa. Kalau dipikirkan tentu ada
yang mengaturnya diluar bataskemauan manusia, yaitu Zat Yang Maha Kuasa, yakni
Allah SWT.
Imam Syafi,i membuktikan kekuasaan
Allah dengan memperhatikan dari sebuah jenis daun tumbuh-tumbuhan yang dapat
berubah menjadibermacam-macam benda, umpamanya: apabila daun dimakan oleh ulat
sutera, maka akan menjadi bahan kain yang halus (sutera) yang indah dipakai.
Kalu dan tadi dimakan oleh seekor sapi/lembu, maka ia akan menjadi susu yang
paling enak diminum dan paling besar manfaatnya untuk kesehatan kita.
Imam Hambali membuktikan ada Zat
yang Maha Kuasa itu dengan kejadian makhluk-makhluk terutama manusia, yang
asalnya dari setitik sperma, akhirnya setelah mengalami proses yang ditentukan,
maka jadilah manusia yang sempurna. Sehubung dengan hal itu, Hamka mengemukakan
beberapa argument/dalil yang dapat membuktikan eksistensi Tuhan.[16]
B. Pengertian Tuhan Menurut Pandangan Para Filosof
Pembahasan
tentang eksistensi Tuhan secara filosofis sebenarnya menuntut pembuktian yang
berdasarkan nalar. Inilah yang menjadi perdebatan kaum filsuf, kaum teolog dan
kaum sufi. Menurut Amin Abdullah, perdebatan antar ketiganya dalam tradisi
keilmuan Islam begitu sengit sehingga tak jarang terjadi saling mengkafirkan,
memurtadkan dan mensekularkan. [17] Beberapa argumen yang dikemukakan oleh para
filsuf dengan argumaen burhani-nya, berkaitan dengan eksistensi Tuhan adalah
sebagai berikut :
1.
Al-Kindi
seorang filsuf Arab (w.sekitar 866 M) dengan argumen kebaruan (dalil
al-huduts) nya. Ia mengatakan bahwa alam semesta ini betapapun luasnya
adalah terbatas. Karena terbatas, alam tidak mmungkin memiliki awal yang tidak
terbatas. Oleh karena itu, alamyang terbatas ini tidak mungkin bersifat azali (
tidak mempunya awal). Ia mesti memiliki titik awal dalam waktu, dan materi yang
melekat padanya juga terbatas oleh gerak dan waktu.jika materi,gerak dan waktu dari
alam ini terbatas, berarti alam semesta ini baru (hudust). Segala
sesuatu yang baru bagi Al-Kindi pasti dicipta (muhdats ). Kalau alam dicipta
maka memunculkan adaya pencipta. Itulah Tuhan sebagai sebab pertama. Dalam
kajian filsafat argumen kebaruan Al-Kind disebut dengan argumen kosmologi,yang
menggunakan hukum “sebab-akibat”.[18]
2. Ibnu Sina (w. 1037 M) melalui argumen
kemungkinan ( dalil al-jawaz) atau kontingesi. Ia membagi wujud dalam tiga
kategori ; Wujud Niscaya (wajib al-wujud) adalah wujud yang senantiasa
harus ada dan tidak boleh tidak ada, wujud mungkin (mumkin al-wujud)
adalah wujud yang boleh saja ada atau tiada, dan wujud mustahil (mumtani
al-wujud) adalah wujud yang keberadaannya tidak terbayangkan oleh akal.
Alam ini adalah wujud yang boleh ada dan boleh tidak ada. Karena alam merupakan
wujud yang boleh ada, alam bukan wujud niscaya, namun karena alam juga boleh
tidak ada maka dapat dikatakan wujud mustahi. Akan tetapi nyatanya bumi ini ada
maka dipastikan sebagai wujud yang mungkin. Terma “mungkin” adalah
potensial,kebalikan dari aktual. Dengan mengatakan bahwa alam ini mungkin pada
dirinya,berarti sifat dasar alam adalah potensial,boleh ada dan tidak bisa
mengada dengan sendirinya. Karena alam ini potensial, ia tidak mungkin ada
(mewujud) tanpa adanya sesuatu yang telah aktual, yang telah mengubahnya dari
potensial menjadi aktualitas. Itulah tuhan yang wujud niscaya. Argumen
kemungkinan ini sering disebut dalil ontologi karena pendekatannya menggunakan
filsafat wujud.[19]
3. Ibnu
Rusyd (w. 1198 M) dengan argumen rancangan (dalil al-inayah)nya. Dengan
pemikiran rasional-religiusnya berpendapat bahwa perlengkapan (fasilitas) yang
ada di alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Hal ini merupakan bukti
adanya Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Melalui “rahmat” yang ada di alam ini, membuktikan
bahwa Tuhan ada. Selain itu penciptaan alam yang menakjubkan, seperti adanya
khidupan organik, persepsi indrawi,dan pengenalan intelektual merupkan bukti
lain adanya Tuhan melalui konsep penciptaan keserasian. Penciptaan ini secara
rasional bukanlah suatu kebetulan, melainkan haruslah dirancang oleh agen yang
dengan sengaja dan kebetulan dan bijaksana melakukannya dengan tujuan tertentu.
Oleh karena berdasarkan pandangan adanya keserasian Tuhan, konsep Tuhan menurut
Ibnu Rusyd ini sering disebut pandangan teleology.[20]
4.
Menurut Aristoteles
Menurut Aristoteles, Tuhan adalah zat
yang memberi arti kepada alam, akan tetapi dapat kita hubungi, artinya bukan
Tuhan yang dapat kita sembah dan kita mintai. “ Tuhan”-nya Aristoteles
merupakan “it” dan bukan “ he”.
Hipotesa
yang dikemukakan oleh Theisme. Theisme berarti bahwa Tuhan itu ada, dan
merupakan suatu realitas yang bersifat transcendent dan mempunyai suatu
maksud atau tujuan yang bersifat immanent. Theisme adalah kepercayaan
bahwa Tuhan adalah zat yang menciptakan alam dunia. Kepercayaan ini bersifat
realis oleh karena di dalamnya Tuhan merupakan sesuatu zat yang tersendiri dan
tidak bersandar kepada pengetahuan kita terhadapnya.[21]
5. Menurut
Al-Jurjani
Dalam kitab
al-Ta’rif mendefinisikan kata Allah sebagai nama yang menunjuk kepada Tuhan
yang sebenarnya (al-Illah al-Haqq), yang merupakan kumpulan makna bagi seluruh
nama-nama-Nya yang baik (al-asma al-husna).
C. Implikasi Konsep Tuhan Dalam Filsafat
Pendidikan Islam
1.
Allah sebagai pencipta hendaknya dikenal,
diketahui, dan diyakini manusia melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya.
2.
Allah sebagai Rabb mengandung arti bahwa Allah
pengatur dan pemelihara alam semesta.
3.
Allah sebagai Pencipta memiliki beberapa sifat
yang disebut al-asma al-husna.
4.
Melalui argument kosmologi, Filsafat Pendidikan
Islammengandaikan keterbatasan manusia sebagai makhluk. Yang diindikasikan
adanya tujuan jangka pendek dan jangka panjang bagi pendidikan islam.
5.
Melalui argument ontology, filsafat pendidikan
islam mengasumsikan bahwa manusia sebagai wujud mungkin memiliki beberapa
potensi.
6.
Melalui argument teologi, filsafat pendidikan
islam memformulasikan bahwa alam semsta dirancang Allah sebagai fasilitas hidup
bagi kehidupan manusia.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Tuhan
Tuhan
(ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
2. Tuhan Menurut Para Filosof
a. Al-Kindi seorang filsuf Arab (w.sekitar 866 M)
dengan argumen kebaruan (dalil al-huduts) nya.
b. Ibnu Sina (w. 1037 M) melalui argumen
kemungkinan ( dalil al-jawaz) atau kontingesi..Ibnu Rusyd (w. 1198 M) dengan
argumen rancangan (dalil al-inayah)nya. Dengan pemikiran
rasional-religiusnya berpendapat bahwa perlengkapan (fasilitas) yang ada di
alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia.
c. Menurut
Aristoteles, Tuhan adalah zat yang memberi arti kepada alam, akan tetapi dapat
kita hubungi, artinya bukan Tuhan yang dapat kita sembah dan kita mintai.
3.
Implikasi
a.
Allah sebagai pencipta
b.
Allah sebagai Rabb
c.
Allah sebagai Pencipta memiliki beberapa sifat
yang disebut al-asma al-husna.
d.
Melalui argument kosmologi
e.
Melalui argument ontology
f.
Melalui teologi
DAFTAR PUSTAKA
Ali Riyadi Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam,
2010, Yogyakarta:Teras.
Bakhtiar
Amsal, Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, 2007. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Haris Abd, Kivah Aha Putra, Filsafat
Pendidikan Islam, 2012, Jakarta: Amzah.
Syarif Iberani Jamal, Mengenal Islam, 2003.
Jakarta: El-Kahfi.
Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam,
2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Trueblood
David, Philosophy Of Religion Filsafat Agama, 1987, Jakarta: PT Bulan
Bintang
https://fitrianingsiiain.blogspot.com>makalah_pandangan_Islam_tentang_Tuhan_diakses_pada_tanggal_23_September_2016_pukul_19.32.
No comments:
Post a Comment